Al-Quran dan Muhammad memberikan sumber dan bimbingan suci
bagi pembangunan agama baik di masa lalu maupun di masa
sekarang. Kalau para pengikut Muhammad berpaling kepada
Muhammad pada masa hidupnya, pada masa sekarang pun,
orang-orang Muslim yang taat di seluruh penjuru dunia
berpegang pada wahyu dan ajaran-ajaran Rasul dalam
mengarahkan hidup mereka.
Dilahirkan di Arab (kasarnya, sekarang, Arab Saudi) pada
tahun 570 Masehi, Muhammad ibn Abdullah (570-632) mempunyai
pengalaman agamais yang sangat dalam pada usia empat puluh
tahun, yang mengubah dirinya dan mewujudkan umat yang
kira-kira empat belas tahun kemudian menjadi agama terbesar
kedua di dunia, dan mempunyai pemeluk yang berjumlah
kira-kira satu milyar orang. Dibandingkan dengan kebanyakan
nabi atau pendiri tradisi agama besar lainnya, yang
kehidupannya tak terekam dalam sejarah, kehidupan Muhammad
saw., Al-Quran dan hadis Nabi banyak dicatat dalam sejarah,
dan sebuah biografi awal yang ditulis oleh Ibn Ishaq (wafat
sekitar 768).[1] Bagaimanapun juga kita mengetahui sedikit
tentang kehidupan Muhammad. Ia yatim sejak masa kanak-kanak,
dan dibesarkan oleh sanak keluarganya. Sejarah Islam
menceritakan bahwa ketika berusia 25 tahun, beliau menikah
dengan seorang janda kaya. Khadijah adalah pemilik suatu
kafilah yang dikelola Muhammad. Ia berusia lima belas tahun
lebih tua daripada Muhammad. Karena cenderung kepada agama,
Muhammad sering menyepi di suatu tempat yang sunyi untuk
berpikir dan merenung. Pada tahun 610 di suatu malam yang
diperingati oleh kaum Muslim sebagai Malam Kemuliaan
(Laylatul-Qadar), Muhammad pemimpin kafilah menjadi Muhammad
Rasul Allah, yang menerima wahyu pertama melalui Malaikat
Jibril: "Bacalah, dengan Nama Tuhanmu yang telah
menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Tuhanmu Yang Maha Pemurah! Yang mengajar dengan
Kalam, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya!" (QS
96: 1-5). Wahyu yang turun antara tahun 610 sampai dengan
632, dikumpulkan dan ditulis kembali setelah ia meninggal
dunia dan menjadi Kitab Suci umat Islam, Al-Quran.
Sejarah Islam menggambarkan seorang Rasul yang pada mulanya
bingung dan cemas yang, seperti rasul-rasul dalam kitab suci
Yahudi, bingung karena apa yang dialaminya, cemas akan sikap
orang-orang lain yang akan menerima ajarannya. Seperti
ditunjukkan dalam sejarah nabi, orang-orang yang dikatakan
sebagai pemberi peringatan atau utusan Tuhan tidak mengalami
kehidupan yang menyenangkan. Para rasul yang mengutuk
penyelewengan dan kekafiran masyarakatnya, dan yang
menentang kebudayaan yang ada, seringkali mendapatkan
ejekan, penolakan dan pengejaran. Muhammad pun tidak
terkecuali.
Selama sepuluh tahun, ia berdakwah menyampaikan misi agama
dan perbaikan sosial di Makkah. Muhammad dan Al-Quran
menyatakan keesaan Tuhan, menolak politeisme yang terjadi di
Arab, dan melarang ketidakadilan sosial. Muhammad tidak
mengatakan bahwa ia membawa agama baru tetapi hanya
memurnikan dan mengembalikan agama yang dibawa Nabi Ibrahim.
Misinya adalah memperbaiki dan meluruskan kembali umat yang
menyeleweng. Seperti Amos dan Jeremiah sebelum dirinya,
Muhammad adalah utusan Allah yang mengutuk kekafiran
masyarakatnya dan mengimbau agar orang memohon ampun dan
patuh kepada Allah, karena Hari Akhir itu dekat:
"Katatanlah: 'Hai manusia, sesungguhnya aku adalah seorang
memberi, peringatan yang nyata kepadamu.' Maka orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi
mereka ampunan dan rezeki yang mulia." (QS 22:49-50).
Muhammad menyeru kepada masyarakat Makkah untuk menyembah
Tuhan Yang Satu dan membuang kepercayaan dan
perbuatan-perbuatan yang bersilat politeistis. Negeri Arab
tak asing terhadap monoteisme. Namun, ketika ada masyarakat
Yahudi atau Kristen yang bercampur dengan orang-orang Arab
asli yang menganut monoteisme (orang-orang Hanif),
serangkaian panjang Tuhan mendominasi masyarakat Arab.
Muhammad mengajak orang kembali kepada agama Ibrahim:
percaya kepada Tuhan Yang Esa, Yang Menciptakan, Yang
Memberi rezeki dan Yang Mengadili seluruh dunia. Muhammad
dengan Al-Qurannya mengajarkan bahwa manusia diberi
perhitungan dan mereka semua akan diadili dan akhirnya di
Hari Pengadilan diberi pahala atau hukuman sesuai dengan apa
yang mereka perbuat. Panggilan Islam adalah panggilan untuk
berpaling dari jalan kekafiran dan kembali ke jalan yang
benar (Syari'ah) atau Hukum Tuhan. Kembali ke jalan yang
benar ini berarti menjadi anggota umat yang menyembah Tuhan
sebenarnya, Yang Maha Esa, yang melaksanakan kehendak-Nya,
yang menciptakan suatu umat bermoral benar.
Pesan Al-Quran bukan hanya merupakan perintah agama saja,
tetapi juga merupakan suatu tantangan terhadap politik
sosial yang ada. Makkah bukan hanya pusat ibadah hati,
tetapi juga merupakan pusat perdagangan, yang mengalami
perubahan dari masyarakat suku yang semi-Badui ke masyarakat
dagang urban. Al-Quran mengajarkan kepatuhan terhadap Tuhan
dan RasulNya, persaudaraan antar sesama umat, berzakat
kepada orang-orang miskin dan berjuang (jihad) melawan
penindasan. Al-Quran mengutuk eksploitasi terhadap
orang-orang miskin, anak-anak yatim serta kaum wanita;
melarang penyelewengan, penipuan, berbohong, mengadakan
perjanjian palsu dalam perdagangan, menghambur-hamburkan
kekayaan dan bersikap sombong. Al-Quran juga menjanjikan
hukuman yang berat terhadap perbuatan memfitnah, mencuri,
membunuh, penggunaan racun, berjudi dan berzina. Pernyataan
Muhammad bahwa dirinya nabi, penentangannya terhadap
ketidakadilan dalam masyarakat Makkah, dan penegasannya
bahwa semua orang yang beriman merupakan satu komunitas
universal, meruntuhkan wewenang politik kesukuan.
Penolakannya terhadap politeisme benar-benar mengancam
kepentingan ekonomi penduduk Makkah yang mengontrol Ka'bah,
rumah suci yang menjadi tempat patung-patung sesembahan suku
dan merupakan tempat dilakukannya ibadah haji setahun
sekali, sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat
Makkah.
Setelah sepuluh tahun, Muhammad merasakan keberhasilan yang
terbatas. Jika diukur dengan standar duniawi ia dapat
dikatakan gagal. Walaupun dilindungi oleh pamannya yang
berpengaruh, Abu Thalib, dan oleh keluarganya, Bani Hasyim,
ia sendiri kurang berkuasa dan berwibawa untuk mengatasi
penentangan luas dari kaum aristokrat Makkah, yang dipimpin
oleh kaum Quraisy, golongan pedagang yang dominan di Makkah.
Pada tahun 619, dengan wafatnya sang paman dan istri,
Muhammad kehilangan pilar-pilar yang mendukung dan
melindunginya, dan menjadi semakin sendiri dan menderita.
Kelompok pengikutnya yang hanya sedikit jumlahnya, satu demi
satu dibunuh oleh orang-orang Makkah, yang menganggap
kerasulan dan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad,
dengan kecaman-kecamannya yang tidak langsung terhadap
status quo politik dan sosial ekonomi, sebagai tantangan
terhadap kepemimpinan dan kepentingan mereka. Dengan
alasan-alasan inilah ketika ia diundang oleh para pemimpin
di kota terdekat, Madinah, sebuah kota oasis pertanian,
untuk bertindak sebagai pemimpin di sana, ia dan kelompoknya
segera berhijrah pada tahun 622 dan mendirikan sebuah
masyarakat Islam (ummah) yang pertama di tempat itu.
0 komentar:
Posting Komentar