KRITIS, bukankah itu yang kalian
(dosen) anjurkan kepada kami (MAHAsiswa). Tapi entah mengapa, ketika kami kritis
terhadap sesuatu hal, kalian tunjuk kami sesambil mata melotot. Kami mencoba
kritis kedua kalinya, kalian injak kaki kami yang penuh luka. Tak putus asa,
kamipun mencoba kritis untuk yang ketiga kalinya, tapi kalian copoti pakaian
kami sehingga kami telanjang bulat dihadapan mereka. Tapi apa yang kalian
lakukan terhadap kami, tidak akan membuat kami mundur satu langkahpun. Meskipun
kalian copoti pakaian kami, bukan berarti kami akan menjadi makhluk hina karena
kami yakin bahwa Allah SWT yang mampu untuk mengangkat derajat manusia atau
menghinakannya.
Tidak ada
seorang tukang baso memarahi pelanggan hanya karna sang pelanggan meminta
basonya untuk di tambahkan sambal, atau complain tentang rasa basonya
yang gx karuan. Hanya tukang baso yang konyollah yang memarahi pelanggan.
Analogi di atas di tujukan untuk orang2 yang anti akan kritik, seolah-olah
hidupnya sudah sempurna melebihi kesempurnaan hidup Rasulullah saw. Masih
menjadi sebuah misteri, apa yang mendasari kalian anti akan sebuah kritikan,
harga dirikah? Kekuasaan kah? Harta kah? Atau atribut keduniaan lainnya? Kami
tidak tau, karna kami bukan kalian. Haya sebagai pengingat, sebuah hadist dari
Ka’ab bin Malik menerangkan, dari Nabi SAW bersabda, “Tidaklah dua serigala
lapar dilepas dari kandang domba lebih merusak dibandingkan kerusakan agama
yang diakibatkan rakusnya seseorang terhadap harta dan pangkat”. (Hadist Hasan
Shohih riwayat Imam At-Tirmidzi)
Beasiswa, ya
beasiswa. Siapa yang tidak mau akan beasiswa yang semua MAHAsiswa menginginkan
itu. Tidak ada yang salah dengan beasiswa, hanya saja akan menjadi salah kalau
toh kita diperbudak beasiswa dan di manfaatkan sebagai alat penyumpal bagi
MAHAsiswa kritis. Maaf, tidak bagi MAHAsiswa yang tau akan arti “KEMERDEKAAN”
kalau toh ternyata beasiswa adalah pembungkam bagi MAHAsiswa kritis, yang
selalu bersikap ketika melihat ketidak adilan sosial. TIDAK bagi MAHAsiswa
pergerakan, yang selalu bertindak ketika melihat seekor anjing mengotori teras mesjid.
Juga TIDAK bagi MAHAsiswa yang agamis, tidak akan pernah menggadaikan atau
bahkan menukarkan keyakinan hanya untuk beasiswa yang tidak sebanding harganya
dengan sebuah keyakinan.
Kampus
adalah tempat MAHAsiswa untuk berlomba meraih nilai yang memuaskan, siapa yang
tidak bangga dengan nilai yang sangat memuaskan. Dirinya bangga, orang tuapun
bangga juga tidak lupa para dosenpun bangga. Tapi apakah nilai itu dapat dipertanggung
jawabkan? Ya pastilah, mudah-mudahan. Hanya saja yang perlu menjadi catatan
bagi seorang MAHAsiswa khususnya, tidak ada yang salah dengan berlomba meraih
nilai bagus, namun salah kalau di perbudak oleh nilai. Apalagi jangan sampai,
nilai yang di iming-imingkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
membuat MAHAsiswa semakin terkekang atas apa yang menjadi ideologinya, dan
semakin mundur untuk memperjuangkan semua haknya.
Bebaslah
kawan, bebaskan pikiran, pendapat, tubuh, juga hati kalian. Hanya Allah SWT lah
yang berhak mengatur kehidupan kita, jangan duakan DIA, dg rasa takutmu kepada
makhluk. Wallahu a’lam.
2 komentar:
makanya kita harus masuk kedalam dan membongkarnya..
membongkar bakar ikan lebih mantaaap..... x(
Posting Komentar